Pesantren dan Sayhriyah

Posted by Pon.Pes. Darussalam pwt on 08.44.00 with No comments
Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan yang memiliki peran dan posisi yang vital dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Merujuk pada pasal 3 UU Sisdiknas di sana dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari hal tersebut terlihat jelas bahwa
fungsi-fungsi itu diaktualisasikan di pesantren di mana pesantren menjadi lembaga yang membentuk karakter seseorang menjadi pribadi yang memiliki kepribadian baik, mencerdaskan kehidupan bangsa berdasarkan keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT.
        Seperti yang kita ketahui bahwa dalam pesantren tidak hanya diajarkan ilmu-ilmu agama tetapi juga ilmu-ilmu umum dan ilmu kemasyarakatan dan yang terpenting adalah adanya character building yang benar-benar ditekankan oleh pesantren. Seorang santri dicetak menjadi manusia yang berkepribadian tinggi yaitu manusia yang mampu mengabdikan ilmunya dalam masyarakat, apalagi adanya konsep “ngalap berkah” dalam pesantren yang menjadi suatu ciri khas tersendiri yang membedakan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya.
                Menyadari peran yang istimewa tersebut, sebuah pesantren dituntut mampu mengelola manajemen pesantrennya baik manajeman pendidikan, manajemen keuangan maupun manajemen sumber daya. Kita menyadari bahwa di banyak pesantren, masalah keuangan selalu menjadi kendala dalam menjalankan aktivitas pesantren. Untuk itu pesantren harus mampu menata keuangannya agar tidak menghambat kegiatan di pesantren.
                Ada berbagai macam model keuangan (pembayaran syahriah) di pesantren. Diantaranya, ada pesantren yang menggratiskan atau tidak memungut biaya pada para santrinya untuk membayar syahriah pesantren. Biasanya pesantren ini memiliki visi sosial, Pondok Pesantren Nurul Huda, Langgongsari, Cilongok yang diasuh oleh Gus Abror, misalnya. Berangkat dari keprihatinan terhadap nasib anak yatim, pondok pesantren ini mengasuh anak-anak yatim tanpa pungutan biaya. Santri di pondok pesantren ini  belajar di pesantren, dan hebatnya mereka juga sekolah formal di SMP Al Aqwiya, SMP yang juga dibentuk oleh pesantren ini yaitu sekolah alam yang  metodenya sama dengan sekolah formal tetapi tanpa memakai seragam. Sekolah alam ini dibuka pada 2011-2012 dengan jumlah siswa mencapai 71 orang. Selain itu Pondok Pesantren Anwarus Sholihin, Pamujan-Teluk juga membebaskan biaya pada para santrinya terutama anak yatim dan mereka disekolahkan di SMP Ma’arif NU 3 Purwokerto.
                Ada juga pondok pesantren yang menarik biaya mahal pada santrinya, ini terutama terjadi di pesantren-pesantren modern seperti pondok pesantren Gontor, tentunya biaya mahal ini juga sepadan dengan fasilitas yang ditawarkan oleh pesantren tersebut.
                Sedangkan di pondok pesantren kita, Ponpes Darussalam sendiri, biaya pembayaran syahriah sejumlah Rp 75.000, ditambah biaya untuk konsumsi Rp 225.000,00. Jadi setiap bulan santri wajib membayar Rp 300.000. Biaya ini terbilang murah sebab dengan fasilitas yang mewah, gedung lantai dua, halaman yang luas, kelas yang kondusif dan berbagai fasilitas lainnya. Dari segi konsumsi juga terbilang murah jika dibandingkan dengan kalkulasi jika santri mencari makan sendiri, uang sejumlah Rp 300.000 itu dipergunakan untuk makan 3 kali sehari selama satu bulan.
       Metode apapun yang diterapkan pesantren dalam mengelola keuangannya, disini jelas bahwa pesantren di masa kini dituntut untuk berbenah, menata diri dalam menghadapi persaingan ilmu pengetahuan maupun pengelolaan pendidikan sehingga Pesantren menjadi lembaga pendidikan yang maju dan dapat bersaing dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berbasis pada nilai-nilai spiritual yang handal.
Dewi Oktavianingrum